Yakobus Komura _ Pastoral kepada orang gagal nikah
Yakobus Komura
20202175062
D Teologi Kristen
Pastoral
Kepada Orang Yang Gagal Nikah
Pendahuluan
Kehidupan manusia tentu memiliki hubungan dengan
pernikahan. Orang tua dalam doanya menginginkan anaknya kelak
untuk mendapat pasangan yang tepat. Bahkan ada orangtua yang menentukan jodoh
kepada anaknya. Diluar dari itu orangtua juag memikirkn setiap proses kehidupan
ini menuju ke pernikahan. Seperti dalam hal pendidikan moral, pendidikan formal dan akademisi disekolah, pekerjaan,
rumah, tanah dan sebagainya. Dalam pernikahan dua pasangan yang tidak saling
mengenal menjadi orang saling mengenal luar dan dalam, mulai dari karakter,
pola pikir, hobi dan sebagainya. Pernikahan mempertemukan suatu perbedaan dalam
suatu perbedaan dalam satu wadah dan menyatukannya serta menciptakan suatu
warna yang unik dan indah. Tetapi tidak semua pernikahan berjalan dengan
bahagia.
Pelayanan
pastoral merupakan proses pembimbingan yang membawa hidup untuk mengarah kepada
hal yang baik. Pendampingan
pastoral berjalan sesuai dengan dasar yang teguh. Dasar dari pelayanan pastoral
ialah Firman-Nya (Alkitab). Pelayanan Pastoral lebih didekatkan sebagai tugas
dari gereja, tetapi yang sebenarnya ialah tugas semua orang. Dengan melihat
keadaan gereja saat ini, banyak hal yang sudah dianggap sepele sehingga hal
yang dibutuhkan jemaat tidak terpenuhi. Pelayanan pastoral memang telah
dilakukan oleh gereja, tetapi hanya sebatas rutinitas tanpa ada makna dan
kelanjutan.
Dalam realita yang ada, kemungkinan ada gereja yang tidak
melaksanakan kegiatan pendampingan pastoral dan konseling, atau melakukan
pelayanan tersebut secara terbatas atau sangat minim. Para jemaat sangat
memerlukan pelayanan dan pendampingan pastoral dan kosneling yang berkelanjutan
melalui gereja dan orang mampu melakukannya. Namun gereja dan para pelayan pastoral tidak
memiliki niat dalam menolong (menutup diri). Bahkan para pelayan pastoral dan
rohaniawan membuat jarak dengan para jemaat, sehingga ada ketakutan para jemaat
dalam berkonsultasi dengan mereka yang berkompeten dalam bidang kerohanian.[1] Banyak
kasus dimana jemaat dalam suatu gereja terjadi perceraian, aborsi, terjerat
obat-obat terlarang, hamil diluar nikah, stres dan depresi, meninggal dunia
tanpa diketahui oleh para rohaniawan dan terlebih kuhusus pernikahan yang
gagal.
Sebuah kasus di Jemaat Lauwa, Klasis Bone, desa
Lompoloang, Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan ada
anggota jemaat yang mengalami kasus gagal nikah. Kekerasan dalam hubungan
mengakibatkan munculnya berbagai masalah yang baru. Seorang perempuan yang
mengalami depresi terhadap perilaku yang dilakukan laki-laki. Komitmen hubungan
menjadi hilang ketika dikalahkan oleh nafsu kekerasan dan perselingkuhan. Kepuasan
yang dimungkinkan tidak terpenuhi sehingga menimbulkan kasus untuk tidak
melanjuti pernikahan. Pikiran, hati dan perasaan akan terpengaruh oleh tindakan
kriminal dan perselingkuhanyang terjadi dalam sebuah hubungan. Mata kepala
sendiri menjadi saski (bukti) akan kelakuan pasangannya, di balik topeng itu.
Dengan selangkah lagi untuk meninggalkan doktrin gerejanya demi pasangannya,
tetapi semua itu malah membuat memisahkannya dengan persekutuan.
Penulis melakukan penelitian melalui media telpon, wa dan
via sms. Ketertarikan penulis mengkaji kasus ini dengan mendeskripsikan
beberapa rumusan, apa sebenarnya pastoral dan pendampingan pastoral? Pendampingan
Pastoral dan konseling sangat memiliki peran yang penting dalam kasus ini. Tujuan
dari pastoral yakni membawa hidup seseorang kepada arah yang lebih baik dan
melepas permasalahan yang menganjal hidupnya. Tindakan dan metode dalam
menyelesaikan kasus ini sangat di butuhkan. Bagaimana pelayanan dan
pendampingan pastoral yang pantas diberlakukan kepada orang yang megalami kasus
gagal nikah. Salah satu teori yang digunakan dalam kasus ini
ialah Premarital Counseling. Premarital Counseling merupakan prosedur yang
berbasis pengetahuan dan keterampilan yang menyediakan informasi mengenai
pernikahan yang dapat mempertahankan dan meningkatkan hubungan pasangan setelah
mereka menikah. Konseling Pranikah bisa dikenal sebagai pendidikan pranikah, konseling
edukatif pranikah, terapi pranikah, maupun program pranikah.[2]
Isi
A.
Pengertian
1.
Pastoral
dan pendampingan Pastoral
Kata pendampingan
pastoral merupakan gabungan dua kata yang mempunyai makna pelayanan.
Pendampingan merupakan suatu kegiatan kemitraan, bahu-membahu, menemani,
berbagi, dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan. Pastoral berasal
dari kata pastor dalam bahasa Latin
atau Yunani disebut Poimen yang
berarti gembala. Yang bisa juga kita sebut Pendeta yang mempunyai tugas gembala
bagi warga gereja atau dombanya.[3]
Pelayan pastoral
adalah pelayan yang berkata-kata tentang teori dan praktek pelayanan. Juga
tentang pelayan yang di jalankan oleh gereja atau jemaat dalam arti umum dan
oleh pendeta secara khusus. Isi pelayanan pastoral pertama-tama berkata-kata
tentang Allah dan pemeliharaannya akan manusia, lalu tentang manusia yang
menerima atau mengalami pemeliharaan Allah itu. Pendampingan pastoral
berkembang dalam konteks pelayan Kristiani.[4]
Melayani adalah
bentuk praktik yang dapat dilakukan setiap orang. Melayani merupakan wujud
terima kasih. Dengan melayani sesorang dapat menyenangkan hati Tuhan dengan talenta
yang talenta dikaruniakan-Nya kepada setiap orang. Semua orang memiliki
kesempatan untuk melayani. Setiap orang memiliki panggilan dalam melayani
Tuhan, masing-masing orang memiliki panggilan yang berbeda. Salah satunya ialah
panggilan untuk menjadi seorang pelayan. Allah memberikan Karunia Rohani kepada
setiap orang, baik pria maupun wanita.
Motivasi pendampingan
pastoral bukanlah karena bayaran (fee) melainkan karena kasih. Yes. 40:11, Mzm
23 dan Yeh. 34 merupakan landasan pelayanan pastoral dalam Perjanjian Lama.
Bukan hanya PL, namun dalam Yoh.21:15, 1
Ptr. 5:2, Rm.12:8,10 merupakan landasan pelayanan pastoral dalam PB. Kasih
merupakan dasar pelayanan pendampingan bagi sesama. Allah aalah kasih dan kasih
yang ada dalam diri Allah mendorong-Nya untuk keluar dan mencari manusia yang
berdosa. Kasih menjadi sentral dari dasar pendampingan Allah terhadap manusia. Tugas
pendampingan ini kemudian di ambil alih oleh Tuhan Yesus, Anak Domba Allah yang
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan banyak orang (Markus 10:45). Allah
mengasihi manusia karena ia adalah ciptaan Allah yang diciptakan menurut
“gambar dan rupa” Allah (Kejadian 1:27).[5]
Tugas dan tanggung
jawab ini dimandatkan kepada manusia (orang percaya) untuk mencari dan
menjumpai sesama yang terjerumus kedalam keterpurukan, pergumulan dan kesulitan
hidupnya. Tugas ini telah dilaksanakan, di tekuni oleh orang percaya pada abad
pertama. Mereka melakukannya dala bentuk perkunjungan, saling menghibur dan
saling menguatkan dalam menghadapi berbagai penderitaan dan penganiayaan.
Penggembalaan
merupakan suatu langkah struktural untuk mempersiapkan para konselor,
rohaniawan dan pelayan pastoral untuk tugas pastoral atau penggembalaan. Maka
dari itu ada 5 fungsi penggembalaan yaitu:
·
Membimbing (misalnya dalam konseling
para-nikah)
·
Mendamaikan/ memperbaiki hubungan
(relasi)
·
Menopang/ menyokong yang mengalami
krisis kehidupan
·
Menyembuhkan orang yang berdukacita dan
yang terluka batinyya
·
Mengasuh/ mendorong ke arah
pengembangan, pertumbuhan secara holistik[6]
Salah satu contoh pendampingan pastoral orang
percaya seperti yang dilakukan Paulus kepada Timotius. Paulus mendampingi dan
membimbing Timotius secara terus menerus tanpa mengenal lelah dan kejenuhan.
Timotius dibimbing langsung oleh Paulus dan Paulus menjadi teladan baginya. Ia
dilatih dan diperlengkapi untuk memikul tanggung jawab terhadap saudaranya
(orang Kristen di Efesus dan dibeberapa tempat lainnya). Bahkan Paulus menyebutnya sebagai “Anak yang dikasihi” (2
Timotius 1:2).
2.
Pernikahan
Dalam bahasa Yunani akat gameo dan gamos diterjemahkan menjadi satu daging dan telah disatukan oleh
Allah. Kata ini merujuk kepada pemaknaan akan pernikahan dalam kehidupan
keluarga Kristen. Sebagiamana yang dikatakan Wrigh bahwa pernikahan merupakan
tahapan kehidupan yang didalamnya laki-laki dan perempuan boleh hidup
bersama-sama dan menikmati seksual secara sah. Oleh sebab itu, pernikahan juga
disebut sebagai persekutuan hidup antara pria dan wanita atas dasar ikatan
cinta kasih yang penuh dengan persetujuan bebas dari kedua pribadi dan tidak dapat
ditarik kembali. Pernikahan merupakan sutu proses dimana manusia itu
diselamatkan dari suatu kesepian yang tidak tertahan (Kejadian 2:18).
Pernikahan juga merupakan suatu penghiburan yang memiliki arti dan tanggung
jawab yaitu untuk memelihara dan membahagiakan pasangannya (Amsal 18:22;
31:10-30).
Pernikahan
memiliki kemungkinan untuk membentuk suatu keluarga, memperoleh anak-anak yang
harus dibimbing dan dididik kepada kedewasaan. Perkawinan merupakan sebuah
ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai
suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga, melahirkan anak, membangun
kekerabatan yang bahagia dan sejahtera. Dalam perkawinan ada sebuah hubungan
antar pribadi yang bersifat eksklusif yang diungkapkan dalam kesepakatan
perkawinan dan diwujudkan melalui hubungan seksual yang intim. Sebagai pasangan
tentu harus saling melengkapi kelibihan masing-masing agar dapat mengembangkan
kepribadian mereka berdua dalam mencapai kesejahteraan.[7]
Pertunangan adalah ikatan
hubungan cinta kasih yang mendalam (disetujui orang tua kedua pihak) antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang mempersiapkan diri untuk membangun
keluarga dalam pernikahan. pertunangan bertujuan agar masing-masing menguji
cinta kasihnya menuju cinta kasih yang murni sebagai dasar perkawinan.
masing-masing supaya saling belajar memahami kepribadian tunangannya, agar
kelak nantinya dalam hubungan saling mengasihi dan saling melayani, dan
tujuannya ialah pengenalan masing-masing keluarga karena keluarga akan dipertemukan
menjadi satu hubungan.[8]
Sehingga
tepatlah yang dikatakan firman Tuhan: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang
diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."
Kejadian 2:18
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menikah
adalah memperbaiki faktor-faktor yang menjamin keberhasilan pernikahan, dengan:
·
Meminta
berkat dan kontrol Tuhan atas hidupnya dan hidup pasangannya, melalui
permohonan doa.
·
Memahami
dan menghayati semua pengetahuan yang dapat diperolehnya tentang rumah tangga
yang berpusatkan Kristus.
·
Menyelidiki
semua bagian Firman yang berbicara tentang pernikahan dan rumah tangga.
·
Membaca
buku yang ditulis oleh para pembimbing dan pendeta Kristen mengenai pernikahan
dan pranikah.[9]
B.
Tujuan
Pendampingan Pastoral
Tujuan dari
pendampingan pastoral adalah untuk mengaktulaisasikan kasih Allah dalam bentuk
komunitas beriman. Bentuk pendampingan pastoral dapat di
wujudnyatakan melalui:
Ø
Khotbah
yang memandu warga jemaat dengan tema-tema khusus, yang sesuai dengan
pergumulan jemaat.
Ø
Pelayanan
Liturgi, misalnya apa saja yang perlu ditata dan dipersiapkan agar jemaat
merasakan kehadiran Allah dalam berbagai ibadah yang dilakukann di gereja.
Ø
Pelayanan
diakonia, dimaksudkan agar warga jemaat merasakan wahana olah batin dan
meneruskan pelayanan Tuhan Yesus kepada dunia.
Ø
Perkunjungan,
sebagaimana warga jemaat mersakan wahana lawatan Allah kepeda umat-Nya, dan
kegiatan ini semsetinya terus dilaksanakan.[10]
Tujuan dari pendampingan pastoral dan koseling pranikah
yaitu:
ü
Memberikan
pemahaman yang benar tentang konsep dasar pernikahan Kristen.
ü
Memperlengkapi
calon pasangan suami-istri dalam memulai membangun rumah tangga mereka dengan
cara yang benar.
ü
Menolong
calon pasuri dengan dengan semakin
mengenal durinya debgan pasangannya.
ü
Membangun
hubungan yang baik antara pembimbing agar calon pasuri merasa aman saat
menceritakan kehidupan mereka dalam jangka yang panjang agar hubungan baik
terus terjalin.
C. Tindakan Pastoral Terhadap orang
yang gagal nikah
Pembimbingan dan pendampingan pastoral terhadap
orang yang gagal nikah di sangat dibutuhkan oleh orang yang mengalami kasus
tersebut. Dalam hal ini
tindakan Gereja dalam hal pastoral sangatlah dibutuhkan untuk terus menjaga
kehidupan jemaat. Gereja harus berperan aktif secara khusus pendeta, penatua, diaken
memberikan pendampingan kepada seseorang yang mengambil jalan perceraian
walapun tindakan ini adalah suatu tindakan yang dilarang oleh agama (Allah).
Penulis
merumuskan beberapa langkah yang harus dilakukan oleh gereja dalam memberikan
pendampingan pastoral dan konseling, yaitu:
1.
Gereja
memberikan perhatian khusus kepada perempuan yang mengalami depresi akibat
kegagalan. Perhatian khusus sangat menolong anggota jemaat yang mengalami kasus
gagal nikah, mereka akan merasa tertolong dan tidak diabaikan oleh gereja.
2.
Melakukan
kunjungan terhadap anggota jemaat tersebut. Perkunjungan suatu bentuk peduli
yang dibutuhkan oleh anggota jemaat yang mengalami kasus gagal nikah. Kehadiran pelayan dan konselor di rumah anggota jemaat
sangat di butuhkan.
3.
Bercerita
bersama dan memberikan motivasi serta dorongan. Perubahan diri seseorang akan
terjadi jika ada gambaran dari luar dan dorongan dari sesamanya, terlebih peran
gereja.
4.
Memberikan
penguatan mental dan penekanan soal dosa dan pertobatan. Mental seseorang
sangat sulit untuk dirubah, tetapi bila tekun diberikan penguatan dan contoh
hidup akan mudah terdorong untuk berubah. Penekanan pengakuan dosa dan
pertobatan dapat dilakukan melalui bimbingan khusus, khotbah di gereja dan
pembinaan (seminar).
5.
Mengadakan
sebuah seminar dan pembinaan melalui gereja. Seminar yang dimaksudkan ialah
seminar yang berkaitan dengan kasus gagal nikah, misalnya pendampingan pranikah
kepada era milenial, memecahkan kekerasan dalam rumah tangga dan sebagainya.
Hasil
Penelitian
Hasil
penelitian mencakup tiga hal yang menjadi tujuan dari intervensi pastoral dan
konseling gagal nikah (pra-nikah) yaitu pengetahuan mengenai kehidupan
pernikahan, kesepakatan pasangan mengenai isu-isu penting dalam pernikahan,
serta pengetahuan mengenai pasangan sebagai bagian dari keluarga besar.
a.
Pengetahuan
mengenai kehidupan sebelum pernikahan (si A sebagai laki-laki & si B
sebagai perempuan).
Hasil wawancara
dari peneliti, bahwa si A dan si B telah memiliki pengetahuan yang baik
mengenai kehidupan, makna pernikahan dan komitmen. Dari pelaksanaan wawancara melalui
via telpon dan Wa, makna pernikahan bagi mereka pada dasarnya sama yaitu
pernikahan adalah proses penyatuan lahiriah, batiniah, sosial dan keagaaman
antara pria dan wanita. Hasil dari
peneliti, kedua pasangan ini sangat memegang teguh komitmen mereka, hingga
memutuskan untuk tunangan.
b.
Kesepakatan
pasangan mengenai isu-isu penting
Isu-isu
penting dalam hubungan sangatlah penting untuk dibekali. Dari hasil wawancara A dan B memiliki pandangan yang
tradisional mengenai peran dan tanggung jawab suami/isteri dalam rumah tangga.
A memiliki padangan bahwa suami merupakan kepala rumah tangga yang perkataannya
hendak di ikuti oleh B. Kesepakatan diantara mereka berdua ialah suami yang
menafkahi sang istri, tetapi meskipun begitu masalah kerja sang isteri
dikatakan bahwa waktulah yang mengatur. Musyawarah dan mufakat adalah keputusan
mereka berdua nantinya dalam menyelesaikan masalah rumah tanga.
c.
Pengetahuan
pasangan sebagai bagian dari keluarga besar
Hasil wawancara dari peneliti si A dan si B merasa sudah
cukup mengenal pasangan masing-masing sebagai bagian dari keluarga besar. Kedua
pasangan ini sebelum tunangan memiliki kesadaran yang baik mengenai perbedaan
yang ada antara kedua keluarga, harapan keluarga pasangan terhadap pasangannya
masing-masing, menghormati mertua selayaknya menghormati orangtua mereka
sendiri. Kedua pasangan ini mengakui bahwa dalam diri mereka
masing-masing memiliki kelemahan.
Sebelum tunangan, si A dan si B memiliki hubungan yang
sangat dekat, akrab, komunikasi yang baik dan terbuka. Namun proses terus
berjalan, keluarga sudah dipertemukan dan membicarakan kesiapan pernikahan yang
rencana dilaksanakan bulan Februari Tahun 2020. Setelah tunangan, si B yang berdenominasi Gereja Toraja Jemaat Lauwa, Klasis Bone
mengikuti sekolah Katolik di Makassar karena ia memutuskan untuk mengikuti
pasangannya dalam Gereja Katolik. Pengurusan surat-surat
nikah hingga ke Batalyon pun sebagai surat penting bagi tentara sebelum menikah
telah dibereskan.
Waktu terus berjalan, komitmen si A ini mulai merosot
atau melenceng. Si A ini menjadi tidak serius lagi dalam melanjutkan ke tahap
pernikahan. Kebahagian si B terasa hilang ketika melihat pasangannya
berkomunikasi dengan wanita lain. Dengan alasan, si A mengatakan bahwa yang ia
telepon ialah kembar dari si B. Ditelusuri ternyata wanita yang dihubungi si A
ialah wanita yang sudah pernah dikenalnya (mantan). Si B tetap sabar dan
bersikap positif dan ia mengatakan “jadi tunangan bukan berarti sudah sah ya?”
kepada si A. Si A ini langsung memegang kata-kata itu dan malah membuat cerita
berbalik kepada sang mertua. Si A melakukan kekerasan kepada si B, tetapi si B
tidak melapor kepada orang tuanya dan calon mertuanya. Parahnya lagi ketika si
A mengajak si B untuk tinggal asrama tentara. Si A tidak memiliki rasa bersalah
dan malah terus melakukan hal diuar kesepakatan. Si A membawa seorang perempuan
lain ke asrama itu, di saat Si B sedang tidur.
Tentunya sebagai seorang perempuan akan merasa tersakiti
dengan melihat kejadian secara langsung. Tak dapat menahan tangis dan rasa
sakit si B melapor kepada orang tuanya. Si B memutuskan untuk kembali ke
kampung halaman, di Siwa. Ia menceritakan semua pergumulan yang ia hadapai
semenjak tunangan dengan si A. Sosok Ayah dari si B memutuskan untuk
membatalkan pernikahan yang akan dilaksanakan pada bulan Februari. Si datang
menghampiri ayah si B, serta berlutut dan memohon maaf, tetapi tidak di respon
baik dikarenakan sikap yang sudah berlebihan. Berakhirlah hubungan si A dan si
B tanpa ada pendampingan, pembimbingan dan perkunungan dari gereja
masing-masing. Hanya seorang ibu dari si B yang mencarikan solusi untuk tidak
terbawa dalam beban depresi itu, yakni dengan membawa putrinya menghilangakan perasaan
sakit itu di beberapa daerah di Indonesia (berwisata). Hingga saat ini si B
merasa tertekan oleh perilaku si A, yang mengakitabatkan si B sulit mengenal
laki-laki lain lagi.
Penutup
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian ini dapat disimpulkan:
1.
Rancangan
pastoral dan konseling pranikah ini efektif bagi partisipan yaitu pasangan yang
sudah berencana untuk menikah (di Indonesia) dalam memberikan pengetahuan
mengenai kehidupan sebelum pernikahan, meningkatkan kesepakatan pasangan
mengenai isu-isu penting dalam pernikahan, dan mengenal lebih dalam pasangan
sebagai bagian dari keluarga besarnya.
2.
Penelitian
ini juga bermanfaat dala memberikan pengetahuan baru dan membuka wawasan
berpikir mengenai kehidupan pernikahan dan sebelum pernikahan, menjadi kesempatan
untuk membicarakan hal-hal yang belum didiskusikan antara pasangan mengenai
harapan mereka masing-masing terhadap pasangannya dan kehidupan pernikahan yang
mereka inginkan nantinya, memberikan masukan serta nasihat yang dapat
dipertimbangkan untuk kemudian hari dan bisa mengenali pasangan lebih dalam.
3.
Hal
yang sangat bermanafaat dalam pastoral dan konseling ini gagal nikah ini ialah
keluarga asal pasangan, konflik, komunikasi, keyakinan (komitmen) serta peran
dan tanggung jawab calon suami/isteri dalam rumah tangga.
B.
Saran
Disarankan kepada
setiap pasangan yang sudah siapa untuk melangkah dalam pernikahan untuk setia
kepada pasangannya sendiri. Perkuat keyakinan, kepercayaan, komitmen,
komunikasi yang baik dan bijak dalam memesahkan masalah. Sangat di harapakan
gereja terus melakukan pendampingan, pembimbingan, pembinaan, dan perkunjungan
kepada anggota jemaat yang akan menikah (para-nikah).
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, J. L. Ch, Percakapan
Pastoral Dalam Praktik (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000)
Beek, Aart van, Pendampingan
Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999)
Gunawan,
Widodo “Pastoral Konseling: Deskripsi
Umum Dalam Teori dan Praktik” dalam Abdiel, Vol. 2. No. 1 (Jakarta: Sekolah Tinggi Theologia Abdiel, 2018)
http://friznasiburian.blogspot.com/2016/12/pendampingan-pastoral-pra-nikah.html, diakses pada tanggal 15 April 2020
http://pernak-pernikrumahtangga.blogspot.com, diakses pada tanggal 17 April 2020
http://pernak-pernikrumahtangga.blogspot.com, diakses pada tanggal 17 April 2020
Hunter,
Rodney J, Dictonary of Pastoral Care and
Counseling, (Nashville: Abingdon Press, 1
Nainupu,
Marthen , Konseling Pastoral Dalam
Gereja: Res Sine Qua Non (Jakarta: Sekolah Tinggi Thelogia Alethia, 2009)
Trisna,
JoAKonseling, Pranikah: Seri Teologi
Kristen, (Serawak: Sidang Injil Borneo, 1990)
[1] Widodo Gunawan, “Pastoral
Konseling: Deskripsi Umum Dalam Teori dan Praktik” dalam Abdiel, Vol. 2. No. 1
(Jakarta: Sekolah Tinggi Theologia Abdiel, 2018), 86
[2] JoA Trisna, Konseling Pranikah: Seri Teologi Kristen (Serawak: Sidang Injil
Borneo, 1990), 22
[3]
Aart van Beek, Pendampingan Pastoral,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 25
[4] J. L. Ch. Abineno, Percakapan Pastoral Dalam Praktik
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 6
[5] Marthen Nainupu, “Konseling Pastoral Dalam Gereja: Res Sine Qua Non” dalam Alethia, Vol 11 (Jakarta: Sekolah Tinggi Thelogia Alethia, 2009) , 82
[6] http://friznasiburian.blogspot.com/2016/12/pendampingan-pastoral-pra-nikah.html, di
akses pada tanggal 15 April
[7] http://friznasiburian.blogspot.com/2016/12/pendampingan-pastoral-pra-nikah.html diakses pada tanggal 15 April 2020
[8] http://pernak-pernikrumahtangga.blogspot.com,
diakses pada tanggal 17 April 2020
[9] http://pernak-pernikrumahtangga.blogspot.com,
diakses pada tanggal 17 April 2020
[10] Rodney J. Hunter, Dictonary of Pastoral Care and Counseling,
(Nashville: Abingdon Press, 1992), 845
bagus
BalasHapus