Yakobus Komura _ Pastoral kepada orang gagal nikah

Yakobus Komura

20202175062

D Teologi Kristen

Pastoral Kepada Orang Yang Gagal Nikah

Pendahuluan

Kehidupan manusia tentu memiliki hubungan dengan pernikahan. Orang tua dalam doanya menginginkan anaknya kelak untuk mendapat pasangan yang tepat. Bahkan ada orangtua yang menentukan jodoh kepada anaknya. Diluar dari itu orangtua juag memikirkn setiap proses kehidupan ini menuju ke pernikahan. Seperti dalam hal pendidikan moral, pendidikan  formal dan akademisi disekolah, pekerjaan, rumah, tanah dan sebagainya. Dalam pernikahan dua pasangan yang tidak saling mengenal menjadi orang saling mengenal luar dan dalam, mulai dari karakter, pola pikir, hobi dan sebagainya. Pernikahan mempertemukan suatu perbedaan dalam suatu perbedaan dalam satu wadah dan menyatukannya serta menciptakan suatu warna yang unik dan indah. Tetapi tidak semua pernikahan berjalan dengan bahagia.

Pelayanan pastoral merupakan proses pembimbingan yang membawa hidup untuk mengarah kepada hal yang baik. Pendampingan pastoral berjalan sesuai dengan dasar yang teguh. Dasar dari pelayanan pastoral ialah Firman-Nya (Alkitab). Pelayanan Pastoral lebih didekatkan sebagai tugas dari gereja, tetapi yang sebenarnya ialah tugas semua orang. Dengan melihat keadaan gereja saat ini, banyak hal yang sudah dianggap sepele sehingga hal yang dibutuhkan jemaat tidak terpenuhi. Pelayanan pastoral memang telah dilakukan oleh gereja, tetapi hanya sebatas rutinitas tanpa ada makna dan kelanjutan.

Dalam realita yang ada, kemungkinan ada gereja yang tidak melaksanakan kegiatan pendampingan pastoral dan konseling, atau melakukan pelayanan tersebut secara terbatas atau sangat minim. Para jemaat sangat memerlukan pelayanan dan pendampingan pastoral dan kosneling yang berkelanjutan melalui gereja dan orang mampu melakukannya. Namun  gereja dan para pelayan pastoral tidak memiliki niat dalam menolong (menutup diri). Bahkan para pelayan pastoral dan rohaniawan membuat jarak dengan para jemaat, sehingga ada ketakutan para jemaat dalam berkonsultasi dengan mereka yang berkompeten dalam bidang kerohanian.[1] Banyak kasus dimana jemaat dalam suatu gereja terjadi perceraian, aborsi, terjerat obat-obat terlarang, hamil diluar nikah, stres dan depresi, meninggal dunia tanpa diketahui oleh para rohaniawan dan terlebih kuhusus pernikahan yang gagal.

Sebuah kasus di Jemaat Lauwa, Klasis Bone, desa Lompoloang, Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan ada anggota jemaat yang mengalami kasus gagal nikah. Kekerasan dalam hubungan mengakibatkan munculnya berbagai masalah yang baru. Seorang perempuan yang mengalami depresi terhadap perilaku yang dilakukan laki-laki. Komitmen hubungan menjadi hilang ketika dikalahkan oleh nafsu kekerasan dan perselingkuhan. Kepuasan yang dimungkinkan tidak terpenuhi sehingga menimbulkan kasus untuk tidak melanjuti pernikahan. Pikiran, hati dan perasaan akan terpengaruh oleh tindakan kriminal dan perselingkuhanyang terjadi dalam sebuah hubungan. Mata kepala sendiri menjadi saski (bukti) akan kelakuan pasangannya, di balik topeng itu. Dengan selangkah lagi untuk meninggalkan doktrin gerejanya demi pasangannya, tetapi semua itu malah membuat memisahkannya dengan persekutuan.

Penulis melakukan penelitian melalui media telpon, wa dan via sms. Ketertarikan penulis mengkaji kasus ini dengan mendeskripsikan beberapa rumusan, apa sebenarnya pastoral dan pendampingan pastoral? Pendampingan Pastoral dan konseling sangat memiliki peran yang penting dalam kasus ini. Tujuan dari pastoral yakni membawa hidup seseorang kepada arah yang lebih baik dan melepas permasalahan yang menganjal hidupnya. Tindakan dan metode dalam menyelesaikan kasus ini sangat di butuhkan. Bagaimana pelayanan dan pendampingan pastoral yang pantas diberlakukan kepada orang yang megalami kasus gagal nikah. Salah satu teori yang digunakan dalam kasus ini ialah Premarital Counseling. Premarital Counseling merupakan prosedur yang berbasis pengetahuan dan keterampilan yang menyediakan informasi mengenai pernikahan yang dapat mempertahankan dan meningkatkan hubungan pasangan setelah mereka menikah. Konseling Pranikah bisa dikenal sebagai pendidikan pranikah, konseling edukatif pranikah, terapi pranikah, maupun program pranikah.[2]

Isi

A.    Pengertian

1.      Pastoral dan pendampingan Pastoral

Kata pendampingan pastoral merupakan gabungan dua kata yang mempunyai makna pelayanan. Pendampingan merupakan suatu kegiatan kemitraan, bahu-membahu, menemani, berbagi, dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan. Pastoral berasal dari kata pastor dalam bahasa Latin atau Yunani disebut Poimen yang berarti gembala. Yang bisa juga kita sebut Pendeta yang mempunyai tugas gembala bagi warga gereja atau dombanya.[3]

Pelayan pastoral adalah pelayan yang berkata-kata tentang teori dan praktek pelayanan. Juga tentang pelayan yang di jalankan oleh gereja atau jemaat dalam arti umum dan oleh pendeta secara khusus. Isi pelayanan pastoral pertama-tama berkata-kata tentang Allah dan pemeliharaannya akan manusia, lalu tentang manusia yang menerima atau mengalami pemeliharaan Allah itu. Pendampingan pastoral berkembang dalam konteks pelayan Kristiani.[4]

Melayani adalah bentuk praktik yang dapat dilakukan setiap orang. Melayani merupakan wujud terima kasih. Dengan melayani sesorang dapat menyenangkan hati Tuhan dengan talenta yang talenta dikaruniakan-Nya kepada setiap orang. Semua orang memiliki kesempatan untuk melayani. Setiap orang memiliki panggilan dalam melayani Tuhan, masing-masing orang memiliki panggilan yang berbeda. Salah satunya ialah panggilan untuk menjadi seorang pelayan. Allah memberikan Karunia Rohani kepada setiap orang, baik pria maupun wanita.

Motivasi pendampingan pastoral bukanlah karena bayaran (fee) melainkan karena kasih. Yes. 40:11, Mzm 23 dan Yeh. 34 merupakan landasan pelayanan pastoral dalam Perjanjian Lama. Bukan hanya  PL, namun dalam Yoh.21:15, 1 Ptr. 5:2, Rm.12:8,10 merupakan landasan pelayanan pastoral dalam PB. Kasih merupakan dasar pelayanan pendampingan bagi sesama. Allah aalah kasih dan kasih yang ada dalam diri Allah mendorong-Nya untuk keluar dan mencari manusia yang berdosa. Kasih menjadi sentral dari dasar pendampingan Allah terhadap manusia. Tugas pendampingan ini kemudian di ambil alih oleh Tuhan Yesus, Anak Domba Allah yang memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan banyak orang (Markus 10:45). Allah mengasihi manusia karena ia adalah ciptaan Allah yang diciptakan menurut “gambar dan rupa” Allah (Kejadian 1:27).[5]

Tugas dan tanggung jawab ini dimandatkan kepada manusia (orang percaya) untuk mencari dan menjumpai sesama yang terjerumus kedalam keterpurukan, pergumulan dan kesulitan hidupnya. Tugas ini telah dilaksanakan, di tekuni oleh orang percaya pada abad pertama. Mereka melakukannya dala bentuk perkunjungan, saling menghibur dan saling menguatkan dalam menghadapi berbagai penderitaan dan penganiayaan.

Penggembalaan merupakan suatu langkah struktural untuk mempersiapkan para konselor, rohaniawan dan pelayan pastoral untuk tugas pastoral atau penggembalaan. Maka dari itu ada 5 fungsi penggembalaan yaitu:

·           Membimbing (misalnya dalam konseling para-nikah)

·           Mendamaikan/ memperbaiki hubungan (relasi)

·           Menopang/ menyokong yang mengalami krisis kehidupan

·           Menyembuhkan orang yang berdukacita dan yang terluka batinyya

·           Mengasuh/ mendorong ke arah pengembangan, pertumbuhan secara holistik[6]

Salah satu contoh pendampingan pastoral orang percaya seperti yang dilakukan Paulus kepada Timotius. Paulus mendampingi dan membimbing Timotius secara terus menerus tanpa mengenal lelah dan kejenuhan. Timotius dibimbing langsung oleh Paulus dan Paulus menjadi teladan baginya. Ia dilatih dan diperlengkapi untuk memikul tanggung jawab terhadap saudaranya (orang Kristen di Efesus dan dibeberapa tempat lainnya). Bahkan Paulus menyebutnya sebagai “Anak yang dikasihi” (2 Timotius 1:2).

2.      Pernikahan

            Dalam bahasa Yunani akat gameo dan gamos diterjemahkan menjadi satu daging dan telah disatukan oleh Allah. Kata ini merujuk kepada pemaknaan akan pernikahan dalam kehidupan keluarga Kristen. Sebagiamana yang dikatakan Wrigh bahwa pernikahan merupakan tahapan kehidupan yang didalamnya laki-laki dan perempuan boleh hidup bersama-sama dan menikmati seksual secara sah. Oleh sebab itu, pernikahan juga disebut sebagai persekutuan hidup antara pria dan wanita atas dasar ikatan cinta kasih yang penuh dengan persetujuan bebas dari kedua pribadi dan tidak dapat ditarik kembali. Pernikahan merupakan sutu proses dimana manusia itu diselamatkan dari suatu kesepian yang tidak tertahan (Kejadian 2:18). Pernikahan juga merupakan suatu penghiburan yang memiliki arti dan tanggung jawab yaitu untuk memelihara dan membahagiakan pasangannya (Amsal 18:22; 31:10-30).

Pernikahan memiliki kemungkinan untuk membentuk suatu keluarga, memperoleh anak-anak yang harus dibimbing dan dididik kepada kedewasaan. Perkawinan merupakan sebuah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga, melahirkan anak, membangun kekerabatan yang bahagia dan sejahtera. Dalam perkawinan ada sebuah hubungan antar pribadi yang bersifat eksklusif yang diungkapkan dalam kesepakatan perkawinan dan diwujudkan melalui hubungan seksual yang intim. Sebagai pasangan tentu harus saling melengkapi kelibihan masing-masing agar dapat mengembangkan kepribadian mereka berdua dalam mencapai kesejahteraan.[7]

Pertunangan adalah ikatan hubungan cinta kasih yang mendalam (disetujui orang tua kedua pihak) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang mempersiapkan diri untuk membangun keluarga dalam pernikahan. pertunangan bertujuan agar masing-masing menguji cinta kasihnya menuju cinta kasih yang murni sebagai dasar perkawinan. masing-masing supaya saling belajar memahami kepribadian tunangannya, agar kelak nantinya dalam hubungan saling mengasihi dan saling melayani, dan tujuannya ialah pengenalan masing-masing keluarga karena keluarga akan dipertemukan menjadi satu hubungan.[8] Sehingga tepatlah yang dikatakan firman Tuhan: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." Kejadian 2:18

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menikah adalah memperbaiki faktor-faktor yang menjamin keberhasilan pernikahan, dengan:

·         Meminta berkat dan kontrol Tuhan atas hidupnya dan hidup pasangannya, melalui permohonan doa.

·         Memahami dan menghayati semua pengetahuan yang dapat diperolehnya tentang rumah tangga yang berpusatkan Kristus.

·         Menyelidiki semua bagian Firman yang berbicara tentang pernikahan dan rumah tangga.

·         Membaca buku yang ditulis oleh para pembimbing dan pendeta Kristen mengenai pernikahan dan pranikah.[9]

B.     Tujuan Pendampingan Pastoral

Tujuan dari pendampingan pastoral adalah untuk mengaktulaisasikan kasih Allah dalam bentuk komunitas beriman. Bentuk pendampingan pastoral dapat di wujudnyatakan melalui:

Ø  Khotbah yang memandu warga jemaat dengan tema-tema khusus, yang sesuai dengan pergumulan jemaat.

Ø  Pelayanan Liturgi, misalnya apa saja yang perlu ditata dan dipersiapkan agar jemaat merasakan kehadiran Allah dalam berbagai ibadah yang dilakukann di gereja.

Ø  Pelayanan diakonia, dimaksudkan agar warga jemaat merasakan wahana olah batin dan meneruskan pelayanan Tuhan Yesus kepada dunia.

Ø  Perkunjungan, sebagaimana warga jemaat mersakan wahana lawatan Allah kepeda umat-Nya, dan kegiatan ini semsetinya terus dilaksanakan.[10]

Tujuan dari pendampingan pastoral dan koseling pranikah yaitu:

ü  Memberikan pemahaman yang benar tentang konsep dasar pernikahan Kristen.

ü  Memperlengkapi calon pasangan suami-istri dalam memulai membangun rumah tangga mereka dengan cara yang benar.

ü  Menolong calon  pasuri dengan dengan semakin mengenal durinya debgan pasangannya.

ü  Membangun hubungan yang baik antara pembimbing agar calon pasuri merasa aman saat menceritakan kehidupan mereka dalam jangka yang panjang agar hubungan baik terus terjalin.

C.    Tindakan Pastoral Terhadap orang yang gagal nikah

Pembimbingan dan pendampingan pastoral terhadap orang yang gagal nikah di sangat dibutuhkan oleh orang yang mengalami kasus tersebut. Dalam hal ini tindakan Gereja dalam hal pastoral sangatlah dibutuhkan untuk terus menjaga kehidupan jemaat. Gereja harus berperan aktif secara khusus pendeta, penatua, diaken memberikan pendampingan kepada seseorang yang mengambil jalan perceraian walapun tindakan ini adalah suatu tindakan yang dilarang oleh agama (Allah).

Penulis merumuskan beberapa langkah yang harus dilakukan oleh gereja dalam memberikan pendampingan pastoral dan konseling, yaitu:

1.      Gereja memberikan perhatian khusus kepada perempuan yang mengalami depresi akibat kegagalan. Perhatian khusus sangat menolong anggota jemaat yang mengalami kasus gagal nikah, mereka akan merasa tertolong dan tidak diabaikan oleh gereja.

2.      Melakukan kunjungan terhadap anggota jemaat tersebut. Perkunjungan suatu bentuk peduli yang dibutuhkan oleh anggota jemaat yang mengalami kasus gagal nikah. Kehadiran pelayan dan konselor di rumah anggota jemaat sangat di butuhkan.

3.      Bercerita bersama dan memberikan motivasi serta dorongan. Perubahan diri seseorang akan terjadi jika ada gambaran dari luar dan dorongan dari sesamanya, terlebih peran gereja.

4.      Memberikan penguatan mental dan penekanan soal dosa dan pertobatan. Mental seseorang sangat sulit untuk dirubah, tetapi bila tekun diberikan penguatan dan contoh hidup akan mudah terdorong untuk berubah. Penekanan pengakuan dosa dan pertobatan dapat dilakukan melalui bimbingan khusus, khotbah di gereja dan pembinaan (seminar).

5.      Mengadakan sebuah seminar dan pembinaan melalui gereja. Seminar yang dimaksudkan ialah seminar yang berkaitan dengan kasus gagal nikah, misalnya pendampingan pranikah kepada era milenial, memecahkan kekerasan dalam rumah tangga dan sebagainya.

Hasil Penelitian

            Hasil penelitian mencakup tiga hal yang menjadi tujuan dari intervensi pastoral dan konseling gagal nikah (pra-nikah) yaitu pengetahuan mengenai kehidupan pernikahan, kesepakatan pasangan mengenai isu-isu penting dalam pernikahan, serta pengetahuan mengenai pasangan sebagai bagian dari keluarga besar.

a.       Pengetahuan mengenai kehidupan sebelum pernikahan (si A sebagai laki-laki & si B sebagai perempuan).

Hasil wawancara dari peneliti, bahwa si A dan si B telah memiliki pengetahuan yang baik mengenai kehidupan, makna pernikahan dan komitmen. Dari pelaksanaan wawancara melalui via telpon dan Wa, makna pernikahan bagi mereka pada dasarnya sama yaitu pernikahan adalah proses penyatuan lahiriah, batiniah, sosial dan keagaaman antara pria dan wanita.  Hasil dari peneliti, kedua pasangan ini sangat memegang teguh komitmen mereka, hingga memutuskan untuk tunangan.  

b.      Kesepakatan pasangan mengenai isu-isu penting

Isu-isu penting dalam hubungan sangatlah penting untuk dibekali. Dari hasil wawancara A dan B memiliki pandangan yang tradisional mengenai peran dan tanggung jawab suami/isteri dalam rumah tangga. A memiliki padangan bahwa suami merupakan kepala rumah tangga yang perkataannya hendak di ikuti oleh B. Kesepakatan diantara mereka berdua ialah suami yang menafkahi sang istri, tetapi meskipun begitu masalah kerja sang isteri dikatakan bahwa waktulah yang mengatur. Musyawarah dan mufakat adalah keputusan mereka berdua nantinya dalam menyelesaikan masalah rumah tanga.

c.       Pengetahuan pasangan sebagai bagian dari keluarga besar

Hasil wawancara dari peneliti si A dan si B merasa sudah cukup mengenal pasangan masing-masing sebagai bagian dari keluarga besar. Kedua pasangan ini sebelum tunangan memiliki kesadaran yang baik mengenai perbedaan yang ada antara kedua keluarga, harapan keluarga pasangan terhadap pasangannya masing-masing, menghormati mertua selayaknya menghormati orangtua mereka sendiri. Kedua pasangan ini mengakui bahwa dalam diri mereka masing-masing memiliki kelemahan.

Sebelum tunangan, si A dan si B memiliki hubungan yang sangat dekat, akrab, komunikasi yang baik dan terbuka. Namun proses terus berjalan, keluarga sudah dipertemukan dan membicarakan kesiapan pernikahan yang rencana dilaksanakan bulan Februari Tahun 2020. Setelah tunangan, si B yang berdenominasi  Gereja Toraja Jemaat Lauwa, Klasis Bone mengikuti sekolah Katolik di Makassar karena ia memutuskan untuk mengikuti pasangannya dalam Gereja Katolik. Pengurusan surat-surat nikah hingga ke Batalyon pun sebagai surat penting bagi tentara sebelum menikah telah dibereskan.

Waktu terus berjalan, komitmen si A ini mulai merosot atau melenceng. Si A ini menjadi tidak serius lagi dalam melanjutkan ke tahap pernikahan. Kebahagian si B terasa hilang ketika melihat pasangannya berkomunikasi dengan wanita lain. Dengan alasan, si A mengatakan bahwa yang ia telepon ialah kembar dari si B. Ditelusuri ternyata wanita yang dihubungi si A ialah wanita yang sudah pernah dikenalnya (mantan). Si B tetap sabar dan bersikap positif dan ia mengatakan “jadi tunangan bukan berarti sudah sah ya?” kepada si A. Si A ini langsung memegang kata-kata itu dan malah membuat cerita berbalik kepada sang mertua. Si A melakukan kekerasan kepada si B, tetapi si B tidak melapor kepada orang tuanya dan calon mertuanya. Parahnya lagi ketika si A mengajak si B untuk tinggal asrama tentara. Si A tidak memiliki rasa bersalah dan malah terus melakukan hal diuar kesepakatan. Si A membawa seorang perempuan lain ke asrama itu, di saat Si B sedang tidur.

Tentunya sebagai seorang perempuan akan merasa tersakiti dengan melihat kejadian secara langsung. Tak dapat menahan tangis dan rasa sakit si B melapor kepada orang tuanya. Si B memutuskan untuk kembali ke kampung halaman, di Siwa. Ia menceritakan semua pergumulan yang ia hadapai semenjak tunangan dengan si A. Sosok Ayah dari si B memutuskan untuk membatalkan pernikahan yang akan dilaksanakan pada bulan Februari. Si datang menghampiri ayah si B, serta berlutut dan memohon maaf, tetapi tidak di respon baik dikarenakan sikap yang sudah berlebihan. Berakhirlah hubungan si A dan si B tanpa ada pendampingan, pembimbingan dan perkunungan dari gereja masing-masing. Hanya seorang ibu dari si B yang mencarikan solusi untuk tidak terbawa dalam beban depresi itu, yakni dengan membawa putrinya menghilangakan perasaan sakit itu di beberapa daerah di Indonesia (berwisata). Hingga saat ini si B merasa tertekan oleh perilaku si A, yang mengakitabatkan si B sulit mengenal laki-laki lain lagi.

Penutup

A.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan:      

1.         Rancangan pastoral dan konseling pranikah ini efektif bagi partisipan yaitu pasangan yang sudah berencana untuk menikah (di Indonesia) dalam memberikan pengetahuan mengenai kehidupan sebelum pernikahan, meningkatkan kesepakatan pasangan mengenai isu-isu penting dalam pernikahan, dan mengenal lebih dalam pasangan sebagai bagian dari keluarga besarnya.

2.         Penelitian ini juga bermanfaat dala memberikan pengetahuan baru dan membuka wawasan berpikir mengenai kehidupan pernikahan dan sebelum pernikahan, menjadi kesempatan untuk membicarakan hal-hal yang belum didiskusikan antara pasangan mengenai harapan mereka masing-masing terhadap pasangannya dan kehidupan pernikahan yang mereka inginkan nantinya, memberikan masukan serta nasihat yang dapat dipertimbangkan untuk kemudian hari dan bisa mengenali pasangan lebih dalam.

3.         Hal yang sangat bermanafaat dalam pastoral dan konseling ini gagal nikah ini ialah keluarga asal pasangan, konflik, komunikasi, keyakinan (komitmen) serta peran dan tanggung jawab calon suami/isteri dalam rumah tangga.

B.     Saran

Disarankan kepada setiap pasangan yang sudah siapa untuk melangkah dalam pernikahan untuk setia kepada pasangannya sendiri. Perkuat keyakinan, kepercayaan, komitmen, komunikasi yang baik dan bijak dalam memesahkan masalah. Sangat di harapakan gereja terus melakukan pendampingan, pembimbingan, pembinaan, dan perkunjungan kepada anggota jemaat yang akan menikah (para-nikah).

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J. L. Ch, Percakapan Pastoral Dalam Praktik (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000)

Beek, Aart van, Pendampingan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999)

Gunawan, Widodo “Pastoral Konseling: Deskripsi Umum Dalam Teori dan Praktik” dalam Abdiel, Vol. 2. No. 1 (Jakarta: Sekolah Tinggi Theologia Abdiel, 2018)

http://friznasiburian.blogspot.com/2016/12/pendampingan-pastoral-pra-nikah.html, diakses pada tanggal 15 April 2020

http://pernak-pernikrumahtangga.blogspot.com, diakses pada tanggal 17 April 2020

http://pernak-pernikrumahtangga.blogspot.com, diakses pada tanggal 17 April 2020

Hunter, Rodney J, Dictonary of Pastoral Care and Counseling, (Nashville: Abingdon Press, 1

Nainupu, Marthen , Konseling Pastoral Dalam Gereja: Res Sine Qua Non (Jakarta: Sekolah Tinggi Thelogia Alethia, 2009)

Trisna, JoAKonseling, Pranikah: Seri Teologi Kristen, (Serawak: Sidang Injil Borneo, 1990)

 



[1] Widodo Gunawan, “Pastoral Konseling: Deskripsi Umum Dalam Teori dan Praktik” dalam Abdiel, Vol. 2. No. 1 (Jakarta: Sekolah Tinggi Theologia Abdiel, 2018), 86

[2] JoA Trisna, Konseling Pranikah: Seri Teologi Kristen (Serawak: Sidang Injil Borneo, 1990), 22

 

[3] Aart van Beek, Pendampingan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 25

[4] J. L. Ch. Abineno, Percakapan Pastoral Dalam Praktik (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 6

[5] Marthen Nainupu, “Konseling Pastoral Dalam Gereja: Res Sine Qua Non” dalam  Alethia, Vol 11 (Jakarta: Sekolah Tinggi Thelogia Alethia, 2009) , 82

[8] http://pernak-pernikrumahtangga.blogspot.com, diakses pada tanggal 17 April 2020

[9] http://pernak-pernikrumahtangga.blogspot.com, diakses pada tanggal 17 April 2020

[10] Rodney J. Hunter, Dictonary of Pastoral Care and Counseling, (Nashville: Abingdon Press, 1992), 845


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulang ngak ya?

Kerja Orang Toraja

Kamu Pasti Bisa _ ILYD