Kerja Orang Toraja
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam memajukan usaha manusia peradaban manusia, kerja
memang perenan yang sangat penting. Setiap penemuan-penemuan baru serta
perkembangan yang dicapai oleh manusia, tetntu didahului dengan kerja kera dan
ketekunan. Semua usaha tersebut tentu di maksudkan untuk kesejahteraan umat
manusia. dengan demikian kesejahteraan umat manusia berkaitan erat dengan
kerja. Kerja merupakan sebuah unsur vital dalam kehidupan seorang manusia.
Manusia sendiri adalah makhluk yang bekerja dan hal ini melekat pada
kemanusiaan manusia. Meskipun kerja merupakan eksistensi manusia sikap manusia
terhadap kerja tidak sama. Allah adalah seorang pekerja yang sesungguhnya (bnd.
Kej. 2:3; Yoh. 5:17)[1].
Karena manusia adalah gambar Allah dan kerja termasuk dalam hakikat Allah, maka
kerja termasuk hakikat manusia pula. Allah sebagai pekerja memberikan perintah
kepada manusia untuk bekerja keras (bnd. Kej. 1:28; Amsal 3:6-8; 14:23; 2 Tes. 3:10).
Beberapa peneliti yang meneliti budaya Toraja
menyimpulkan bahwa etos kerja orang Toraja cukup tinggi. Ini tersirat dari
beberapa ungkapan anatara lain: untanan/unnosok
rakka’ sangpulona yang melambangkan kerja keras, lakumande labakkila’ lamentoe ia labukoyo, yang mencela orang hanya
mau makan tetapi tidak mau bekerja dan lain-lain. Hal ini dilambangkan dalam
senu ukir Pa’Barre Allo, yakni ukiran bermotif ayam dan matahari terbit, ini
melambangkan kesedian untuk bangun pagi-pagi ketika ayam berkokok dan matahari
baru mulia terbit untuk melaksanakan pekerjaan.[2]
Dengan demikian orang Toraja sering dinilai sebagai manusia yang ulet, tekun
dan rajin.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Pengertian
Kerja ?
2.
Bagaimana
kerja orang Toraja dengan budayanya ?
3.
Bagaimana
kerja cara orang Toraja?
C. TUJUAN
PENULISAN
Ingin mengetahui dan menjelaskan cara kerja orang Toraja dalam budaya aslinya, serta menambah wawasan mengenai kerja orang Toraja dalam budaya aslinya dengan kenyataan hidup masyarakat Toraja sekarang.
BAB
II
ISI
A. Pengertian
Kerja
Kerja
merupakan bagian dari hakikat manusia, yang dalam Iman Kristen diyakini sebagai
konsekuensi kesegambaran manusia dengan Allah. Allah ada Pekerja dalam
penciptaan semseta. Karena Allah adalah “Pekerja” maka manusia sebagai
gambar-Nya adalah makhluk yang bekerja. Pekerjaan pada dasarnya dapat
mengembangkan, memperkaya dan membenarkan manusia[3].kerja
merupakan syarat pokok bagi eksistensi yang khas manusia, artinya dalam
mngejahwantakan eksistensinya manusia wajib bekerja.Ada beberapa istilah khusus
yang diambil langsung dari bahasa Toraja dan Budayanya.
1.
Aluk
Menurut kamus bahasa
Toraja-Indonesia, aluk mengandung arti agama, yakni hal yang berbakti
kepada Allah adan dewa, upacara adat atau agama, adat-istiadat, perilaku dan
tingkah[4].
Aluk mencakup kepercayaan, upacara-upacara peribadahan menurut cara-cara yang
telah ditetapkan berdasarkan ajaran agama dengan yang bersangkuatan,
adat-istiadat, dan tingkah laku sebagai ungkapan kepercayaan dalam kehidupan
sehari-hari. Aluk bukan hanya keyakinan semata-mata tetapi mencakup pula
ajaran, upacaa (ritus) dan larangan (pemali).
Dalam mitologi Toraja, aluk berasal dari alam atas, dari
langit daripada alam para dewa. Aluk sudah tersusun sedemikian rupa di langit,
seluruh kehidupan di langit tidak terlepas dari kaidah aluk (mintu’na naria
sukaran Aluk)[5].
Aluk ini diciptakan para dewa dan para dew pun setia mengikutinya. Tata
kehidupan para dea ini dibawa kebumi dan diwujudkan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Aluk
tersebut biasa disebut aluk sanda pitunna (7777777) atau aluk sanda saratu’
(sempurna mencakup kehidupan manusia, atau aluk pitungsa’bu pituratu pitung
puluh). aluk berfungsi sebagai tata cara memimpin kepada diAluk mempunyai
pengaruh yang kuat dalam pandangan orang Toraja tentang kerja.
2.
Pemali
Kamus bahasa Indonesia-Toraja mendefenisikan pemali sebagai pemali, pantangan dan larangan[6].
Pemali merupakan bagian yang terpisahkan dari aluk, setiap aluk mempunyai tuntutan
dan larangan-larangan tersendiri. Semuanya tidak terlepas adri sifat
religiusnya, yaitu persembahan-persembahan. Yang melanggar aluk dan pemali
serta ketentuan adat akan mendapat pembalasandari dewa[7].
B. Kerja
Dalam Manusia Toraja
Nilai-nilai hidup manusia Toraja berada dalam
ikatan aluk sola pemali. Diantara nilai-nilai utama yang dikejar oleh orang
Toraja kerja memiliki nilai yang cukup tinggi. Nilai-nilai kerja dan
niali-nilai hidup yang lain kait mengait dan saling mempengaruhi. Nilai kerja
telah ada sejak penciptaan manusia, mulainya sebuah kehidupan (kelahiran)
hingga manusia kembali ke asalnya (kematian).
1.
Penciptaan Manusia
Dalam mitologi Toraja terdapat
beberapa versi mengenai penciptaan manusia. secara khusus dalam litani aluk Bua’ Pare , dikisahkan bahwa
sebelum nenek moyang manusia (Datu
Laukku’) diciptakan, Puang Matua telah menyiapkan alam semesta dan isinya,
dengan menciptakan nenek moyang asal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, besi dan
segala penghuni alam lainnya[8].
Kemudian Punag Matua mengambil emas, membentuknya menjadi manusia lalu
membaringkan dan menempa manusia dalam puputan
kembar (sauan sibarrumg),
kemudian memberikan nafas kehidupan kepadanya.
Puang Matua
melihat Datu Lukku’ memerlukan teman yang sepadan, Ia membuat Datu Laukku’
tertidur lelap lalu mengambil tulang rusuk buntutnya lalu membuat seorang
perempuan. Datu Laukku’ perempuan padanannya diikat dalam tali perkawinan dan
hukum-hukum perkawinan (alukna rampanan kapa’). Lahirlah Pong Kamboti, Kamboi
Langi’ dan Pakkali Tumpu ketiga orang ini di beri jabatan dan fungsi yang
berbeda, untuk melengkapi tatanan sosial agar sempurna dalam melaksanakan hukum
agama (aluk sola pemali). Puang Matua menahbiskan hukum agama tersebut untuk
diberlakukan dalam setiap sendi
kehidupan Manusia[9].
Manusia secara khusus diberi tugas melaksanakan ritus-ritus dalam aluk sanda saratu’ (hukum agama) dan aluk masing-masing penghuni alam
berdasarkan fungsinya. Ritus tersebut meliputi seluruh kegiatan manusia,
misalnya aluk mellolo tau, aluk rampanan
kapa’, aluk bangunan banua, aluk mata kalimbuang, aluk tananan pasa, aluk
kurrean manuk, rendenan tedong dan lain-lain. Manusia dapat mempergunakan
ciptaan lain (sang serekanna) dengan memperhatikan aluk dari makhluk tersebut[10].
2. Kelahiran
dan Dalle’ (Nasib)
Kelahiran
seorang bayi disambut dengan upacara sangat sederhana, apabila bayi yang lahir
laki-laki maka para kaum pria berteriak bergembira (sumapuko), dan jika wanita
maka para perempuan tertawa (melale’)[11].
Plasenta ditanam disebelah Timur dengan tujuan agar kehidupannya semakin
naik seperti matahari. Segala kebutuhan
hidupnya sudah berada dalam genggamannya, berupa tallu lolona yaitu, keturunan (lolo
tau), hewan aau ternak (lolo patuoan) dan tanaman (lolo tananan).
Dalle’ yang
diberikan seorang dalam genggaman (dipaka’panni) seorang bayi harus
dikembangkan. Bahkan keharusan mengembangkan hidup adalah bagian dari dalle’.
Dalle’ dikembangkan dengan cara bekerja dan harus melalui proses yang wajar.
Loncatan-loncatan yang tidak wajar untuk memperoleh kekayaan tidak diizinkan. Dalam
artian seseorang harus mengeluarkan keringat untuk memiliki sesuatu.
3. Kehidupan
Dalam falsafah hidup tradisional orang Toraja, kehidupan
dilihat sebagai sebuah siklus (lingkaran), tetapi lingkaran yang tidak
terulang. Dengan demikian kelahiran dan kematian hanya berlangsun satu kali.
Manusia dilahirkan dari alammitis ke dalam kenyataan dunia dalam ikatan aluk
sola pemali, setelah ikatan tersebut dipenuhi ia kembali ke alam mitis[12]. Penghayatan
dan pengalaman hidup di dunia empiris memberi warna serta menentukan kehidupan
di ala mitis. Dalam kehidupan terdapat nilai-nilai utama yang dikejar orang
Toraja. Nilai-nilai tersebut sesuai dengan konteks tulisan ini lebih banyak
dijelaskan dalam hubungannya dengan kerja.
Nilai kerajinan dan kerja dari masyarakat Toraja sering
menggunakan ungkapan-ungkapan seperti ini:
Ø
La`biran mamma’-mamma na ia tu leppeng, mandu melo opa tu
sumalong-malong na iatu ma’dokko-dokko. Apa la’ bi’ melo ia tu mengkarang na ia
tu sumalong-malong. (Lebih baik
tidur-tiduran dari pada tidur nyenyak, lebih baik duduk-duduk dari pada
tidur-tiduran, jauh lebih baik jalan-jalan daripada duduk. Tetapi lebih baik
lagi bekerja daripada jalan-jalan).
Ø
Nakattai manuk-manuk tu sadangmu, sia pura natotok dassi
tu dalle’mu ke kaundianko millik. (ungkapan yang sering dipergunakan para orangtua kepada anaknya untuk
bangun pagi).
Ø
Tang marendeng tu eanan malassu. (Harta yang diperoleh dengan cara yang tidak baik tidak
akan bertahan). Eanan malassu sering pula diidentikkan dengan apa tang na to’doi ma’pu’ artinya harta
yang tidak melalui jerih payah atau keringat.
Ø
Lakumande labakkila’ lamentoe ia labukkoyo, (makan bagaikan kilat tetapi bekerja seperti keong).
Ungkapan ini mencela orang yang hanya mau makan tetapi malas bekerja.
Manusia Toraja sangat menghormati pekerja Keras. dalam
litani upacara massurak, secara khusus peraturan-peraturan tentng babi
persembahan selain untuk para dewa terdapat juga bahagian yang khusus untuk
para pekerja keras. adapun acara ussaroi to manarang yakni memberikan tada
terimakasih kepada para pekerja dari seluruh warga Tongkonan.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kerja
adalah bagian dari kepercayaan orang Toraja, ia merupakan sebuah aktivitas
religius, kerja diatur oleh alok sola pemali. Kerja merupakan bagian dari
ritus, bahkan kadang-kadang dilaksanakan sebagai ritus. Kerja adalah sesuatu
yang suci karena berasal dari alam mitis. Puang Matua sendiri sebagai Yang
Ilahi, telah bekerja dalam penciptaan. Manusia Toraja bekerja agar dapat
menajalin hubungan yang seharusnya dengan sesama manusia, alam semesta dan Yang
Ilahi.
Motivasi
dasar dari kerja adalah untuk membali Puang (Ada dua pemahaman tentang membali
puang, ada pemahaman yang menyatakan bahwa semua orang dapat membali puang,
tetapi ada pula yang memahami bahwa tidak semua orang dapat membali puang).
Dengan membali Puang manusia dapat hidup kembali di alam mitis, dari mana ia
berasal. Hal ini berkaitan erat dengan pandangan orang Toraja mengenai
kehidupan seabagai sebuah lingkaran yang tidak
terulang.
Dalam
iman Kristen kerja adalah bagian dari hakikat manusia. hakikat manusia itu
terletak dalam kesengambaran dengan Allah. Allah adalah seorang pekerja. Kerja
sebagai hakikat, melekat dalam diri manusia. manusia dan kerja adalah dua
eksistensi yang mustahil dipisahkan. Selain itu bekerja adalah perintah Tuhan
yang disampaikan berkali-kali dalam Alkitab. Dengan bekerja seseorang
mewujudnyatakan kasih kepada Tuhan dan sesamanya.
[1]J.
Verkluyl, Etika Kristen, Sosial Ekonomi
(Jakarta, BPK. Gunung Mulia, 1985) Cet.ke-15 hlm 16
[2]Institut
Teologi Gereja Toraja. Manusia Toraja,
Dari Mana, Bagaimana, Mau ke Mana (Tangmentoe, Institut Teologi Gereja
Toraja, Juni 1983) seri ke-2, hlm. 20
[3]Bnd.
Frans Magnis Suseno, op-cit., hlm.118
[4]J.Tammu dan Van der Veen, Kamus Toraja-Indonesia, (Rantepao, Yayasan Perguruan Kristen Toraja,1972) cet. Ke-1, hlm. 39.
[5]Institut
Teologi Gereja Toraja, Aluk dan Kebudayaan Toraja dalam Perjumpaannya dengan
inijl , (Jakarta, Institut Teologi Indonesia, Pusbag BPS Gereja Torajam, 1992)
cet.I hlm. 6
[6]J.Tammu
dan V. Deer Veen, op.cit 187,hlm. 429
[7]Institut
Teologi Gereja Toraja, op.cit 1992,
hlm. 21
[8]D.
Panginan, Litani Aluk Bua’ Pare, (Terjemahan dan redaksi ke dalam bahasa
Indonesia Oleh J. A. Sarira, Rantepao, Pusbag Gereja Toraja, 2000). Cet. Ke-1
hlm. 52-56.
[9]Ibid. D. Panginan. hlm 124
[10]D.
Panginan, Op.Cit., 2000 hlm. 57 dan
J.A. Sarira, Op.Cit.. 1996, hlm 124
[11]Ibid J.A Sarira. hlm. 57
[12]Institut
Teologi Gereja Toraja. Manusia Toraja,
Dari Mana, Bagaimana, Mau ke Mana (Tangmentoe, Institut Teologi Gereja
Toraja, Juni 1983) seri ke-2, hlm.24 dan 33
Komentar
Posting Komentar